Jumat, 03 Februari 2012

Hapus Daftar 401 SCU PBB



KUPANG, Timex--Sejarah milik para pemenang. Kalimat ini barangkali ada benarnya, jika melihat nasib WNI eks Timor Timur (Timtim) pro Indonesia sekarang ini. Setelah terusir dari kampung halamannya, karena kalah dalam jajak pendapat tahun 1999, WNI eks Timtim yang tetap setia kepada NKRI itu dipaksa untuk menanggung semua kesalahan yang pernah terjadi di Timtim selama masih menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mantan Gubernur Timtim, almarhum Abilio Jose Osorio Soares dan mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI), Eurico Guterres sebagai bukti dan menjadi tumbal dalam pengadilan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat Timtim tahun 1999, yang dinyatakan bersalah kemudian dimasukkan ke dalam penjara oleh Negara Republik Indonesia.
Kemudian, ada lagi 401 orang yang masuk dalam daftar hitam sebagai 'penjahat perang', yang sewaktu-waktu bisa diseret ke pengadilan internasional. Ribuan lainnya rela hidup sengsara di barak-barak penampungan demi mempertahankan prinsip politiknya, yang terlanjur mencintai Merah Putih.
Terkuaknya daftar hitam (blacklist) mantan anggota PPI yang dilarang memasuki wilayah Timor Leste itu, menyusul tertangkapnya Martinus Bere di Timor Leste tahun lalu. Daftar nama 'penjahat perang' versi SCU PBB itu sempat beredar luas di kamp-kamp pengungsi. Malah menimbulkan keresahan yang amat mengkhawatirkan. Itu karena faksimili yang ditandatangani oleh Counsellor Politik Kedubes RI di Dili tersebut, bocor ke tangan salah satu tertuduh.
Anehnya, faksimili bertanggal 9 September 2009, yang ditujukan kepada beberapa instansi pemerintah, seperti Dirjen Imigrasi Menhukham, Jaksa Agung RI, dan ditembuskan kepada Asintel Panglima TNI, Ka. Baintelkam Polri, Ka. Bareskrim Polri dan Gubernur NTT, itu tidak pernah disampaikan kepada yang bersangkutan. Padahal, isinya menyangkut keselamatan warga negara yang namanya tercantum dalam daftar tersebut. Sebegitu tegakah negara ini kepada anak kandung bangsanya sendiri?
"Ini benar-benar keterlaluan. Tidak satu pun dari instansi pemerintah itu yang mau memberitahu kepada kami. Padahal, apa susahnya mengirim pemberitahuan kepada masing-masing tertuduh," kata Eurico Guterres, salah satu tertuduh dalam daftar hitam SCU itu.
Sikap tak acuh pemerintah itu akhirnya mendorong Forum Penegak Kebenaran, Keadilan dan Rekonsiliasi (FPKKR) memprakarsai pertemuan dengan pejabat Kementerian Luar Negeri RI di Kupang tanggal, 17 April 2010. Pertemuan ini pun bukan pekerjaan gampang. FPKKR harus menunggu berbulan-bulan baru pihak Deplu mau datang memberi penjelasan kepada para tertuduh di Kupang.
Setelah mendapat penjelasan dari Deplu, FPKKR dan sejumlah mantan anggota PPI termasuk Komite Nasional Korban Politik Timor Timur (KOKPIT), melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI tanggal 27 April 2010 di Gedung Nusantara II DPR RI, Jln, Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
"Pertemuan dengan Komisi III DPR ini dimaksudkan untuk meminta pertanggungjawaban negara terhadap rakyatnya yang dituduh penjahat perang oleh negara tetangga," kata Ketua FPKKR, Filomeno de Jesus Hornay.
Dalam pertemuan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Tjatur Sapto Edi, Komisi III DPR RI berjanji akan membentuk Pansus yang secara khusus akan mempelajari dan menganggapi tuduhan SCU Timor Leste sekaligus membahas penyelesaian masalah WNI eks Timtim, yang masih terbengkelai sampai sekarang.
Selain menuntut pertanggungjawaban negara, dalam dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI itu, FPKKR juga melaporkan kondisi WNI Eks Timtim di barak penampungan di wilayah Timor Barat yang semakin menderita menatap masa depan yang tidak pasti.
Di sela-sela RDP itu, rombongan FPKKR yang diketuai Filomeno de Jesus Hornay juga melakukan pembicaraan mendalam dengan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, di ruang tunggu Komisi III DPR RI.
Pada kesempatan itu, Patrialis Akbar menegaskan bahwa, kementeriannya akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Polkam untuk memberi perhatian serius, terhadap tuduhan SCU tersebut.
Setelah melakukan serangkaian pertemuan secara marathon di Jakarta, kini FPKKR sibuk mensosialisasikan hasil-hasil pertemuan itu kepada WNI Eks Timor Timur di wilayah Timor Barat. Sosialisasi itu telah mulai dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2010 di kamp Naibonat, Kupang.
Dalam sosialisasi yang dihadiri oleh ratusan WNI eks Timtim itu, tampak juga sejumlah mantan anggota PPI yang namanya disebut dalam daftar SCU tersebut. Di antaranya, Eurico Guterres, Joanico Cesario Belo, Cancio Lopez, dan Afonso Pinto 'Lafaek'. Kehadiran petinggi mantan PPI dalam kegiatan ini adalah untuk memberikan dukungan penuh kepada FPKKR dalam mengambil tindakan ataupun langkah-langkah untuk menyikapi tuduhan SCU tersebut.
"Meski kami adalah tertuduh, namun kehadiran kami di sini bukan sebagai pengambil inisiatif. Melainkan sebagai peserta biasa, yang turut memberi dukungan kepada upaya FPKKR," kata Eurico Guterres.
"Kami sangat berterima kasih atas dukungan para petinggi mantan PPI. FPKKR akan memegang teguh dukungan itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya," kata Ketua FPKKR Filomeno de Jesus Hornay. 
Ia menambahkan "Sosialisasi serupa juga akan dilaksanakan di daerah lain di wilayah Timor Barat, seperti di TTU, TTS dan Belu. Bahkan di Makassar, Bali, Semarang, Yogya dan lain-lain".
Selain memberi dukungan kepada FPKKR, Eurico Guterres juga menghimbau kepada seluruh mantan anggota PPI di mana saja berada, untuk bekerjasama dan memberikan bantuan penuh kepada FPKKR dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam kesempatan tersebut, mantan pimpinan PPI kelompok Mahidi, Cancio Lopez, juga mengajak seluruh pimpinan dan mantan anggota PPI di mana saja berada, untuk tetap bersatu menjaga persatuan dan keutuhan di antara WNI Eks Timor Timur sebagai komunitas pejuang.
Sementara itu, mantan pimpinan PPI kelompok Saka, Joanico Cesario Belo, menyampaikan bahwa, seluruh mantan PPI tetap bersatu dan akan bahu membahu menghadapi setiap permasalahan yang ada termasuk dukungan kepada FPKKR dalam mencari kebenaran dan keadilan. "Derita kalian, adalah derita kami juga sebagai mantan pimpinan PPI," pungkas Joanico. (Sumber: Koran Timor Express, Senin 10 Mei 2010,)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Gudangrusak.com © 2010