Senin, 27 Februari 2012

Pemprop NTT Perlu Jelaskan Penggunaan Dana Bantuan Jepang

Kupang -RoL--Warga eks Timor Timur (Timtim) mendesak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk menjelaskan secara jujur dan terbuka tentang realisasi penggunaan dana kemanusiaan dari Pemerintah Jepang senilai Rp53 miliar.

Apabila tidak ada penjelasan, maka warga eks Timtim akan mengambil tindakan sepihak untuk mendapatkan rekening koran dari bank yang menyimpan dana tersebut, kata Hukman Reni dari Presidium Pengungsi Timtim, di Kupang, Rabu.

Dia mengemukakan, surat permintaan dari warga eks Timtim untuk mendapatkan penjelasan dari pemerintah telah disampaikan secara tertulis kepada Pemerintah NTT melalui Biro Bina Bantuan Sosial Setda NTT, awal pekan lalu.

Warga eks Timtim juga akan tetap menuntut Pemerintah NTT untuk mengadakan lokakarya dan melaksanakan sosialisasi langsung kepada warga eks Timtim di kamp-kamp pengungsian tentang alokasi pemanfaatan bantuan Jepang tersebut.

Lokakarya dan sosialisasi ini sudah disepakati bersama Menko Kesra, Yusuf Kalla, ketika berkunjung ke Kupang beberapa waktu lalu, kata Hukman Reni.

Karena itu, katanya, jika tidak ada pelaksanaan sosialisasi maka warga eks Timtim menganggap bahwa program-program yang diajukan pemerintah NTT dalam penggunaan dana bantuan Jepang tersebut sebagai keinginan sepihak pemerintah NTT.

"Artinya, hanya keinginan sepihak yang sama sekali bukan kebutuhan warga eks Timtim sehingga dapat dianggap sebagai tindakan memproyekkan kesengsaraan warga eks Timor Timur dengan berkedok kemanusiaan," katanya.

Hukman yang didampingi lima koordinator kamp pengungsian itu menegaskan, semua warga eks Timor Timur yang memilih menetap di Indonesia, telah bertekad untuk tidak akan meninggalkan wilayah Timor bagian barat NTT dengan resiko apapun.

Karena itu, katanya, pemerintah harus segera menyediakan tempat pemukiman permanen kepada warga eks Timtim di daratan Timor bagian barat, NTT, disertai fasilitas sosial lainnya, termasuk dana pemberdayaan ekonomi, katanya. (ant/rambe)
Berita ini bersumber dari Republika Online http://www.republika.co.id


[ baca selengkapnya ....... ]

Kamis, 09 Februari 2012

Kay Rala Xanana Gusmao: "Saya Menaruh Harapan pada Amien Rais"

Tanggal 12 November tujuh tahun silam. Mata dunia menyorot sebuah peristiwa Dili, sebuah kejadian yang di kemudian hari disebut sebagai tragedi Santa Cruz, suatu peristiwa yang kemudian menyebabkan puluhan warga Timor Timur (Timtim) tewas. Peristiwa itu dimulai dengan sebuah misa pemakaman Sebastiao Gomes di Gereja Motael, yang tewas akibat kerusuhan 28 Oktober. Upacara khidmat itu kemudian berubah menjadi arena unjuk rasa karena kebetulan Komisi Hak Asasi Manusia PBB tengah berkunjung. Unjuk rasa yang kemudian diakhiri dengan penembakan terhadap anak-anak muda Timtim itu hingga kini menjadi sebuah luka yang tak mudah dilupakan.

Lalu, di manakah sosok Xanana Gusmao saat itu?

Menurut pemerintah Indonesia, Xananalah yang melakukan provokasi dalam insiden ini. Sebagai pimpinan tertinggi Falintil--pasukan gerilyawan yang menginginkan Timtim merdeka--Xanana hari itu tengah berada di dekat Dili. Tapi apakah memang dia yang berperan? Bagi Xanana, yang bernama lengkap Kay Rala Xanana Gusmao, peristiwa itu adalah satu kejadian yang menimbulkan perasaan yang campur aduk. Setiap kali ia mengingat apa yang disebutnya sebagai tragedi Santa Cruz, "Ada rasa sedih. Namun, seiring dengan waktu, kepedihan itu menguap. Dan kami harus berjuang kembali," ujar Xanana.

Lucunya, meski sudah jelas Xanana dianggap pejuang di mata warga Timtim, ia tak lebih seorang dari kriminal senjata api dan bos gerombolan pengacau keamanan (GPK) di mata pemerintah Indonesia.

Penjara Cipinang, tempat ia menjalani total hukuman 20 tahun, menjadi saksi betapa populernya pria kelahiran Manututo, 20 Juni 1946 ini. Pada hari Rabu dan Minggu komandan Falintil ini sibuk meladeni puluhan tamu dari dalam dan luar negeri. Ze, sebutan akrab Xanana, tak ubahnya selebriti yang menghadapi puluhan penggemar. Di LP Cipinang Xanana biasanya muncul di ruang besuk pukul 10.00 dan menyapa tamu-tamunya dalam bahasa Tetum, Portugis, Inggris, atau Indonesia, tergantung kepada siapa ia berbicara. Khusus untuk teman-teman dekat dan kerabat, ada tambahan bonus: pelukan dan ciuman.

Pria setinggi 178 cm ini memang tampan dan rapi, jauh dari kesan gerilyawan yang pernah 18 tahun hidup di hutan-hutan di berbagai kawasan pegunungan Timtim. Pencinta sepak bola itu menjalani kehidupan yang berbeda di dalam bui dibandingkan dengan kehidupan belasan tahun di hutan bersama dengan tentara Falintil. Di Cipinang ia bisa lebih tenang memikirkan rencana yang digagasnya sejak 1975: Timor Leste Merdeka (Timor Timur Merdeka).

Perjalanan Presiden Conselho Nacional Resistencia de Timorese (CNRT) atau Gerakan Perlawanan Nasional Rakyat Timtim ke Cipinang itu adalah akhir dari safari panjang di hutan-hutan kawasan pegunungan Timtim, di mana Xanana berseteru dengan tentara Indonesia selama 16 tahun. Perlawanannya patah pada Jumat subuh, 20 November 1992. Di sebuah rumah di desa Labane Barat, Dili, pasukan baret merah pimpinan Kapten Teddy Laksamana menyergap bos gerilyawan Falintil itu, yang baru selesai mandi.

Tanggal 20 Mei 1993 ia divonis hukuman bui seumur hidup--dikurangi menjadi 20 tahun tahun penjara oleh grasi Presiden Soeharto pada 17 Agustus 1993--oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Dili. Ia sempat dikurung di Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane, Semarang, sebelum akhirnya dipindahkan ke Cipinang pada pertengahan 1993. Xanana mengaku rindu benar kembali ke Timtim. Ia mencintai keindahan bukit-bukit di seputar Baucau, yang amat akrab dengannya semasa ia di hutan. Sesekali, bila kenangan melankolik pada tanah kelahirannya itu tak lagi tertahankan, ia menuangkan perasaannya dengan melukis. Berikut adalah petikan wawancaranya dengan wartawan TEMPO Yusi A. Pareanom, Leila S. Chudori, dan Hermien Y. Kleden.

Apa yang sebenarnya terjadi di Santa Cruz tanggal 12 November 1991?

Pembantaian Santa Cruz tidak bisa dianggap peristiwa yang berdiri sendiri. Kita harus melihat kejadian-kejadian sebelumnya. Saat itu kami sedang mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan parlemen Portugal. Ini kesempatan terbaik untuk memberitahukan pada dunia tentang keinginan kami, yaitu menentukan nasib sendiri.
Apa yang sesungguhnya direncanakan saat misa pemakaman di Santa Cruz?

Anak-anak muda ini menemui saya di tempat persembunyian di Dili. Mereka bertanya apa yang harus dilakukan. Setelah berunding, kami sepakat untuk melakukan pemakaman secara damai bagi korban yang jatuh. Lagipula banyak orang yang sembunyi karena ngeri. Namun kami meremehkan ABRI. Kami tidak menyangka bahwa militer bisa bertindak sekejam itu di Santa Cruz. Saya betul-betul tidak percaya ini bisa terjadi. Sebab, secara psikologis, saya berpikir tak mungkin ada insiden, mengingat saat itu Indonesia tengah jadi sorotan setelah batalnya kunjungan parlemen Portugal. Ternyata saya keliru.
Anda menyesal telah salah perhitungan?

Tidak. Saya tidak menyesal, hanya merasa sakit bahwa peristiwa itu bisa terjadi.
Apa yang mereka lakukan dalam persiapan ini?

Biasalah, anak-anak muda itu ingin membuat aksi yang hebat-hebat. Saat itu saya juga tahu bahwa intel militer telah mengawasi perkembangan situasi. Namun tiba-tiba pada saat-saat terakhir Jakarta melarang delegasi Portugal itu datang, dengan argumen yang tidak dapat diterima.
Saat penembakan itu berlangsung, Anda berada di mana?

Di dalam kota Dili tidak jauh dari Santa Cruz. Saya bisa mendengar letusan senjata. Saya berpikir, "Oh, my God, now they are killing my people." Bagaimana ini bisa terjadi? Mengapa demonstrasi damai harus dilawan dengan kebrutalan? Saya menitikkan air mata. Tapi pasukan gerilya saya datang dan berkata pada saya, "Kakak, jangan menangis."
Apakah pasukan Anda tidak membalas tembakan?

Tidak. Sebagai pasukan gerilya mereka tahu apa yang harus dilakukan. Saya sendiri bukan ahli gerilya.
Di mana para korban dimakamkan?

Di dua tempat. Pertama, di Hera, lima kilometer sebelah timur Dili. Kedua, di sebelah barat Dili. Palang Merah Internasional berusaha mengikuti kendaraan yang mengangkut jenazah tapi akhirnya tercecer. Terus terang, kami tidak tahu pasti di mana letak yang sebenarnya. Terlalu banyak kamuflase. Jalan-jalan yang akan dilewati truk pengangkut jenazah sudah dilubang-lubangi, sehingga sulit diikuti.
Ada keluarga Anda yang menjadi korban?

Tidak. Tetapi mereka semua adalah "keponakan" saya.
Tampaknya Anda saat itu bisa leluasa bergerak di Dili?

Jaringan klandestin kami sangat rapi. Semua terselubung. Mereka hanya mengizinkan saya bergerak di dalam kota bila semuanya sangat aman.
Apakah Anda punya peran dalam penembakan massal di Santa Cruz?

Saya punya peran? Anda bercanda. Pemerintah Indonesia memang menuduh saya memprovokasi penembakan itu.
Apa sekarang strategi perjuangan Anda?

Saat ini kami sedang mencoba segala cara untuk menyosialkan permasalahan Timtim ini. Saya sadar, tidak semua orang paham dengan yang sebenarnya terjadi di sana. Maka bantuan media massa akan sangat berarti. Kami punya kekuatan moral. Bila kami gagal, kami yakin anak cucu kami akan meneruskan. Tetapi sepertinya saatnya kok sudah dekat (wajah Xanana terlihat cerah).
Dari mana datangnya keyakinan ini?

Setelah reformasi, ada tanda-tanda nasib Timtim akan membaik. Saya yakin, paling lama 20 tahun dari sekarang, kami sudah bisa merdeka. Apalagi kalau Megawati atau Amien Rais yang menjadi pemenang pemilu. Bisa-bisa hanya sampai tahun 2000, ha-ha-ha....
Anda masih percaya dengan perlawanan bersenjata?

Sejak 1987 atau 1988 kita sudah tahu bahwa tidak mungkin kita mampu mengusir ABRI dari Timor dengan senjata. Namun perlawanan senjata bukannya tidak mempunyai arti. Perlawanan senjata memiliki tempat tersendiri dalam kondisi ini.
Apa komentar Anda soal otonomi yang ditawarkan pemerintah Habibie kepada Timtim?

Dalam hal ini, sebetulnya saya tidak bisa berbicara sebagai pribadi. Saya harus berbicara berdasarkan keinginan rakyat. Otonomi itu tidak penting. Yang penting adalah niat baik (dari pemerintah Indonesia) yang harus kami hormati. Otonomi ini, menurut saya, harus dilihat sebagai periode transisional. Kami harus membuktikan kemerdekaan tidak akan datang kalau kita tidak melakukan sesuatu. Dan kemerdekaan itu tidak bisa diperoleh secara drastis. Dalam rangka itulah kami memegang komitmen tentang otonomi sebagai suatu usaha yang berkesinambungan ke arah Timor Leste Merdeka.
Jadi, otonomi ini diterima sebagai bagian dari perjalanan menuju referendum?

Otonomi itu kami terima sebelum referendum disetujui untuk dilaksanakan. Pada dasarnya kami mau meyakinkan rakyat Indonesia bahwa persoalan ini adalah masalah antara pemerintah RI dan kami, orang Timtim, bukan antara orang Timtim dan seluruh rakyat Indonesia.
Seandainya referendum itu dilaksanakan dan rakyat memilih integrasi. Apa yang akan Anda lakukan?

Tentu kami harus mengikuti kehendak rakyat Timtim, kendati secara pribadi saya tidak percaya rakyat akan memilih integrasi dengan Indonesia.
Anda akan meninggalkan Timtim seandainya integrasi menjadi suara mayoritas?

Kenapa harus pergi? Saya akan tetap tinggal di Timtim. Pada dasarnya kami bukan antiintegrasi. Yang kami lawan adalah cara-cara pemerintah Indonesia memaksakan ide integrasi dengan cara represif.
Apa yang akan Anda lakukan pada orang-orang Timtim prointegrasi jika pada akhirnya rakyat Timtim menolak integrasi?

Kami selalu mengatakan pada segenap rakyat Timtim bahwa dalam perjuangan (untuk mencapai kemerdekaan) kami belajar dari banyak hal: kesalahan kami (Timtim) pada masa lalu serta pengalaman negara lain, termasuk dalam hal rekonsiliasi nasional. Rekonsiliasi nasional hanya bisa terjadi bila semua orang bisa duduk dengan rendah hati serta tahu dan mengakui kesalahan sendiri. Semua rekonsiliasi nasional harus dimulai dari jalur politik, bukan jalur hukum. Banyak orang yang kehilangan sanak-keluarga selama masa perang. Kalau kita memikirkan semua pembunuhan yang terjadi, kita terbakar oleh rasa marah dan dendam.
Apakah itu artinya Anda juga akan memaafkan sosok seperti Gubernur Abilio Soares, yang dikenal sangat berpihak kepada integrasi?

Saya tidak mau menyebut nama per nama. Ada orang-orang yang saya istilahkan punya "tangan penuh darah". Ada yang punya "tangan penuh rupiah". Ada lagi yang punya tangan "penuh rupiah berdarah". Terhadap semua itu saya bisa mengatakan dengan ikhlas, "We have no revenge".
Dibandingkan dengan beberapa publikasi yang pernah Anda buat beberapa tahun silam, sikap ini terdengar bijaksana. Apakah penjara telah mengubah Anda?

Saya sering merenung bahwa yang paling penting dari seluruh perjuangan ini adalah Timor Leste Merdeka. Untuk mencapai itu kami harus bisa melupakan hal-hal yang kurang penting.
Perubahan sikap Anda ini apakah karena Anda merasakan ada perubahan tertentu dalam sikap pemerintah Indonesia?

Reaksi kami sangat bergantung pada aksi-aksi yang dilancarkan pemerintah Indonesia. Jika pemerintah Indonesia mengajak bicara baik-baik, ya kita ladeni. Kalau di sana mengajak bicaranya dengan cara keras kepala, tentu reaksi kami pun tidak lebih dari itu, yaitu sebagai orang yang keras kepala.
Perubahan sikap apa yang Anda rasakan dari rezim baru ini?

Yang amat saya hargai adalah perubahan sikap Menteri Luar Negeri Ali Alatas. Sebelum reformasi, Ali Alatas hanya mau berunding dengan suatu kondisi, yaitu Portugal harus menerima integrasi Timtim dengan Indonesia. Namun dalam perundingan segi tiga Agustus lalu, di New York, yang dihadiri Menlu Ali Alatas, Sekjen PBB Kofi Anan, dan Menlu Portugal Jaime Gama, saya lihat Alatas sudah bisa berunding tanpa persyaratan itu. Hal ini merupakan perubahan dari pemerintahan Habibie, meskipun memang belum ada perubahan yang berarti menyangkut hal-hal yang lebih.
Anda menyebut-nyebut perlunya saling memaafkan dalam proses rekonsiliasi. Kesalahan apa dari tentara Falintil yang membuat mereka perlu meminta maaf?

Apa saja yang sudah dituduhkan harus kita jernihkan. Ada dosa kolektif yang harus ditanggung oleh dua belah pihak. Harus ada pendekatan baru dalam sikap menuju proses (perundingan) baru.
Anda berjuang di hutan lalu masuk penjara sebagai kriminal. Sedangkan Ramos Horta hidup bebas di luar negeri, lalu mendapat Hadiah Nobel pula. Komentar Anda?

Dia telah memperjuangkan apa yang menjadi bagiannya. Ketika pecah perang di Timtim, Ramos dan kawan-kawan lain kebetulan sedang ke luar negeri. Dan mereka terus berada di sana, berjuang dalam jaringan internasional. Orang mengatakan banyak hal yang buruk tentang Ramos Horta. Misalnya, katanya, ia suka memainkan uang. Itu tidak benar. Kami sama-sama berjuang. Dia berjuang di luar negeri, saya berjuang di sini. Kami sangat dekat, ibarat jiwa dan raga yang tak terpisahkan. I am the body and he is the soul.
Anda tidak keberatan dengan gaya Ramos Horta yang cenderung bermewah-mewah?

Kami dapat menerimanya karena ia sedang dalam misi bangsa kami. Dan tentu saja kami tidak bisa meminta ia untuk berpakaian seperti gembel. Ingat, ia dalam misi diplomatik. Di hutan saya berpakaian seragam tentara. Tapi di sini saya tidak bisa diminta memakainya bukan?
Bagaimana Anda mendorong anak-anak muda Timtim menerima ide Timor Leste Merdeka yang belum ketahuan bentuknya?

Anda jangan menyangka pemuda-pemuda Timtim itu seperti pemain sinetron. Mereka sudah biasa hidup susah. Mereka datang belajar ke Jawa dalam keadaan serba kekurangan, tapi mereka bertahan. Tahun 1990-1992 di Timtim ada semacam gerakan perjuangan di kalangan pemuda Timtim untuk melawan tentara Indonesia. Para pemuda Timtim sudah berjuang sejak berada dalam kandungan ibunya. Ketika ibu mereka menangis karena kekejaman tentara Indonesia, tangis itu menjadi national anthem bagi orang Timtim.
Ada kesan para pemuda Timtim itu "keporto-portoan". Mereka, misalnya, memilih lari ke Portugal, padahal Portugal kan pernah menjajah Timtim selama ratusan tahun?

Saya rasa hal itu tak dapat dipisahkan dari hubungan politik, sejarah, dan budaya. Dalam hubungan dengan perjuangan Timtim Merdeka kami merasa paling banyak mendapat dukungan dari Portugal. Negara-negara Barat yang hebat-hebat itu, yang kampiun demokrasi, tidak mau berhadapan dengan Indonesia bila bicara soal perjuangan demokrasi bagi tanah air kami. Adapun Portugal lain, tetap mendukung perjuangan kami. Portugal memang pernah menjadi menjajah Timtim. Dan hubungan kami pada masa itu adalah hubungan antara penjajah dan orang terjajah. Kami memang tidak punya memori tentang kemerdekaan di bawah penjajahan Protugal, tapi kami pernah mengalami masa-masa yang lebih baik. Portugal sebagai penjajah tidak merusak kebudayaan kami. Di kota, misalnya, yang berlaku memang hukum pemerintah penjajah. Tapi di desa-desa yang berlaku adalah hukum adat.
Bila Timtim akhirnya merdeka, kira-kira bahasa nasional apa yang akan digunakan?

Bahasa Tetum akan menjadi bahasa nasional. Untuk bahasa resmi kami akan menggunakan bahasa Portugis. Sedangkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia akan menjadi bahasa bisnis.
Anda punya perkiraan, kapan bisa bebas?

Saya menaruh harapan pada Amien Rais. Bila ia menjadi presiden pada tahun 2000, saya yakin saya bisa bebas kembali.
Kenapa Amien Rais?

Karena ia meletakkan demokrasi menduduki tempat yang tinggi dalam platform pendirian partainya. Jika orang menaruh demokrasi pada tempat setinggi itu, masa ia membiarkan begitu saja orang yang memperjuangkan demokrasi bagi tanah airnya?
Anda punya kontak dengan Amien Rais?

Sejauh ini belum ada.
Ada kabar yang menyebutkan Anda pernah bertemu Habibie atau utusannya Habibie.

Belum. Habibie kan terlalu tinggi. Tentu saja saya ingin (bertemu Habibie), tapi tidak ada tanda-tanda bahwa saya dianggap dapat membantu penyelesaian Timtim. I'm a criminal, remember? Ha-ha-ha. Tapi kalau betul ia mau bertemu dengan saya, saya akan senang.
Saat bertemu dengan Nelson Mandela, apa saja yang Anda bicarakan?

Pertemuan dengan Mandela itu sangat bernilai. Apalagi beliau bisa melakukan itu pada zaman pemerintahan Soeharto. Perhatian dari beliau menunjukkan perjuangan rakyat kami tidak sia-sia. Dalam pembicaraan itu ia menyatakan dukungan pada penyelesaian yang adil. Mandela juga menasehati untuk memperhatikan masalah rekonsiliasi nasional. Beliau berkata, tanpa merangkul semua, penyelesaian itu tidak akan terjadi.
Apakah Anda pernah mengalami penyiksaan selama dalam tahanan?

Secara fisik, tidak pernah. Tetapi secara psikologis mereka menganiaya. Pada waktu pertama kali saya ditangkap, tentara tidak memberi kesempatan saya untuk tidur. Itu membuat saya kehilangan kapasitas untuk berpikir dan berkonsentrasi. Perlakuan ini saya terima di Denpasar dan di markas Bais (Badan Intelijen Strategis). Saya dipaksa mengaku menjadi warga negara Indonesia, makanya saya sempat menolak diwawancarai.
Bagaimana dengan tuduhan bahwa Anda bertanggung jawab terhadap terbunuhnya tentara Indonesia?

Saya bilang pada mereka bahwa itu benar. Bahkan saya mengakui semua aktivitas yang dilakukan gerilyawan. Masalahnya, saya adalah komandan mereka.
Bagaimana hubungan Anda dengan Uskup Belo?

Secara politis, sangat bagus. Kami memberi dukungan satu sama lain karena tujuan kami satu, yakni: memerdekakan tanah air kami. Pidato Uskup Belo saat menerima Nobel sangat bagus ketika menyebut bahwa semua umat manusia terlahir merdeka.
Apakah Anda tidak merasa kehilangan keluarga selama ditahan?

Tentu saja saya merindukan mereka. Tetapi rakyat Timor telah mengembangkan perasaan baru bahwa keluarga sendiri tidak lagi sedemikian berharganya seperti halnya dalam kehidupan normal. Keluarga hanya bagian kecil. Coba lihat "adik perempuan" saya ini (Xanana menunjuk salah seorang pengunjung. Bagi Xanana semua pengunjung dari Timor adalah saudaranya). Suaminya saat ini telah mengalami kerusakan mental yang sangat berat. Ia menerima siksaan apa saja yang pernah terlintas di otak manusia. Saat ini suami adik saya ini sedang menjalani masa tahanannya. Dia datang ke sini untuk minta tolong karena ia mengalami kesulitan dalam membiayai anak ke sekolah. Saya nanti mengatur agar adik saya yang lain bisa membantu. Nah, mendengar kesulitan yang semacam ini, kecemasan terhadap anak sendiri berkurang. Apalagi anak saya sekarang di luar negeri menjalani kehidupan yang lebih baik dan tanpa teror.
Kapan Anda terakhir bertemu dengan keluarga?

Pertemuan terakhir dengan anak-anak tahun 1996, ketika mereka menjenguk ke sini. Sedangkan istri saya datang tahun 1994.
Apa perbedaan perlawanan yang dilakukan semasa penjajahan Portugal dan sekarang?

Yang paling membedakan adalah kondisi represifnya. Zaman Porto setelah pendudukan Jepang selesai, kami telah mendengar bahwa Angola dan jajahan Porto yang lain telah merdeka. Kami bukannya tidak mau merdeka, tapi belum merasa mampu pada saat itu. Maka perlawanan yang kami lakukan lebih pada perlawanan di bidang budaya dan sosial, yang sifatnya lebih teoretis, misalnya kami enggan mematuhi peraturan yang ini atau itu dan kami juga tidak mau membayar pajak. Namun saat itu situasinya tidak represif. Setelah tentara Indonesia masuk, yang kami hadapi adalah senjata.

Sumber Majalah Tempo Online, 10 NOVEMBER 1998
Link source:
[ baca selengkapnya ....... ]

Menko Hatta Janji Bantu Perbaiki Nasib Pengungsi Eks Timor-Timor

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG--Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, berjanji akan segera melakukan langkah nyata mengatasai persoalan warga Indonesia eks Timor Timur. Mereka kini tersebar di sejumlah lokasi pengungsian di Nusa Tenggara Timur dalam himpitan ekonomi.
"Saya akan segera berkoordinasi dengan sejumlah menteri untuk menangani eks pengungsi Timor Timur di NTT," kata Hatta Rajasa di Kupang, Sabtu (18/12), ketika ditanya soal kepeduliannya terhadap warga eks Timtim yang ada di NTT.
Hatta Rajasa yang juga Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) berada di Kupang, ibu kota Provinsi NTT untuk membuka Musyawarah Daerah III PAN NTT pimpinan Eurico Guterres.
Ditanya detail Hatta enggan menyebut langkah konkrit yang akan dilakukan pemerintah pusat kepada masyarakat warga Indonesia eks Timtim. Namun, ia menegaskan akan segera melakukan aksinya, demi mengangkat kehidupan ekonomi masyarakat di lokasi pengungsian tersebut.
"Saya tidak bisa sebut langkah yang akan saya lakukan, namun yang pasati saya akan segera melakukan sejumlah hal untuk membantu mereka (masyarakat eks pengungsi Timtim) dari kesulitan ekonominya dengan berkoordinasi dengan sejumlah menteri," katanya.
Hatta Rajasa mengaku, sedih dan sangat teriris hatinya ketika melihat langsung kondisi kehidupan warga Indonesia eks Timtim di lokasi pengungsian di Desa Naibonat, Kabupaten Kupang. Warga yang tinggal sekitar 36 km timur Kota Kupang masih sangat kesulitan dari aspek ekonomi dan lainnya.
"Jujur saya menangis melihat kondisi kehidupan ekonomi mereka di sana (pengungsian, red). Saya harus lakukan sesuatu untuk mereka," ujarnya.
Menurut dia, penanganan masyarakat Indonesia eks Timtim di pengungsian memang menjadi tanggung jawab bersama. Yntuk itu, secara riil, pemerintah pusat akan segera melakukan sejumlah intervensi demi pemulihan ekonomi masyarakat itu agar bisa menikmati kesejahteraan.
"Mereka (eks pengunsi Timtim, red) adalah juga bagian dari anak-anak bangsa yang memilik hak yang sama untuk menikmati kesejahteraan, karenanya pemerintah siap melakukan sejumlah aksi di sana," kata dia.


Disalin dari: Harian Republika, Minggu, 19 Desember 2010 05:24 WIB
[ baca selengkapnya ....... ]

Pengungsi Eks Timor Timur Tunggu Janji Hatta Rajasa

RMOL. Pengungsi eks penduduk Timor Timur yang berada di dua kamp di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menunggu janji Menko Perekonomian Hatta Rajasa membantu menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi.

Hatta Rajasa bertandang ke kamp pengungsi eks Timtim  tanggal 18 Desember lalu ketika mengunjungi Kupang untuk menghadiri Muswil DPW Partai Amanat Nasional (PAN).

Di kamp Tuapukan, ia bertatap muka dengan ratusan pengungsi yang sejak sebelas tahun lalu tinggal di tempat itu. Hatta berjanji akan membantu pendidikan anak-anak pengsungsi dan memperbaiki kondisi kamp. Hatta juga sempat menitikkan airmata haru saat berbicara dengan pengungsi.

Beberapa saat lalu (Jumat, 31/12) Marcelino Hornai, kordinator pengungsi di kamp Noelbaki, menghubungi Rakyat Merdeka Online dan menitipkan pertanyaan apakah janji yang disampaikan Hatta di Kupang sudah ditindaklanjuti atau belum.

"Kami menanyakan ini karena sudah sebelas tahun kami tinggal disini, persoalan kami semakin banyak dan perhatian pemerintah kurang," ujarnya.

Selain persoalan pendidikan anak pengungsi, Marcelino yang sejak masuk Islam tahun 1993 mengubah nama menjadi Abdul Kholik juga mengatakan bahwa kondisi kamp yang buruk juga perlu segera direnovasi agar setiap rumah jadi layak huni.

Dia juga mempersoalkan pemukiman yang disiapkan pemerintah.

"Banyak yang tidak mau pindah kesana karena status tanahnya tidak dimiliki pengungsi, melainkan dimiliki masyarakat setempat. [guh]


Sumber                  : Rakyat Merdeka Online, Jum'at, 31 Desember 2010 , 11:16:00 WIB
Laporan                : Teguh Santosa
[ baca selengkapnya ....... ]

Afrika


Sejarah
Kata Afrika berasal dari bahasa Latin, Africa terra — "tanah Afri" (bentuk jamak dari "Afer") — untuk menunjukkan bagian utara benua tersebut, saat ini merupakan bagian dari Tunisia, tempat kedudukan provinsi Romawi untuk Afrika. Asal kata Afer mungkin dari bahasa Fenisia, 'afar berarti debu; atau dari suku Afridi, yang mendiami bagian utara benua dekat Kartago; atau dari bahasa Yunani aphrike berarti tanpa dingin; atau dari bahasa Latin aprica berarti cerah.
Afrika adalah tempat tinggal manusia yang paling awal, dari benua ini manusia kemudian menyebar ke benua-benua lain. Afrika adalah tempat di mana garis evolusi kera menjadi berbeda dari protohuman tujuh juta tahun yang lalu. Afrika merupakan satu-satunya benua yang ditinggali nenek moyang manusia hingga sekitar dua juta tahun lampau ketika Homo erectus berkembang ke luar Afrika menuju Eropa dan Asia. Lebih dari 1,5 juta tahun kemudian, populasi dari tiga benua itu mengikuti evolusi yang berlainan sehingga mereka menjadi spesis yang berbeda. Yang di Eropa menjadi Neanderthal, yang di Asia tetap Homo erectus, tetapi yang di Afrika berevolusi menjadi Homo sapies.

Geografi
Afrika adalah yang terbesar dari ketiga benua di belahan selatan Bumi dan yang terbesar kedua setelah Asia dari semua benua. Luasnya kurang lebih 30,244,050 km2 (11,677,240 mil2) termasuk kepulauan disekitarnya, meliputi 20.3% dari total daratan di bumi dan didiami lebih dari 800 juta manusia, atau sekitar sepertujuh populasi manusia di bumi.
Dipisahkan dari Eropa oleh Laut Tengah, Afrika menyatu dengan Asia di ujung timur lautnya melalui Terusan Suez yang memiliki lebar 130 km. Semenanjung Sinai yang dimiliki oleh Mesir sering dianggap secara geopolitis sebagai bagian dari Afrika. Dari ujung paling utara, Cape Spartel di Maroko, di 37°21 lintang Utara, ke ujung paling selatan, Cape Agulhas di Afrika Selatan, 34°5115 lintang Selatan, terbentang jarak sekitar 8000 km; dari ujung paling barat, Cape Verde, 17°3322 bujur Barat, sampai ujung paling timur, Ras Hafun di Somalia, 51°2752 bujur Timur, jaraknya sekitar 7.400 km. Panjang garis pantainya 26.000 km (sebagai perbandingan, Eropa, yang memiliki luas 9.700.000 km² memiliki garis pantai 32.000 km.

Negara-negara
Sebagian besar negara di Afrika adalah bekas negara jajahan, kecuali Afrika Selatan, Ethiopia dan Liberia. Republik Demokrasi Kongo merupakan bekas jajahan Belgia. Mesir, Sudan, Uganda, Kenya, Djibouti, Sierra Leone, Ghana, Nigeria, Zambia, Zimbabwe dan Botswana bekas jajahan Britania Raya. Maroko, Aljazair, Mauritania, Mali, Senegal, Guinea, Pantai Gading, Burkina Faso, Benin, Niger, Chad, Republik Afrika Tengah, Gabon, Kongo dan Madagaskar bekas jajahan Perancis. Togo, Kamerun, Burundi, Rwanda, Tanzania dan Namibia bekas jajahan Jerman. Libya, Eritrea, Somalia bekas jajahan Italia. Guinea Bissau, Angola, Malawi, dan Mozambik adalah bekas jajahan Portugal. Serta Sahara Barat yang merupakan bekas jajahan Spanyol. Sepertiganya yaitu 15 dari 47 negara terkurung oleh daratan.






AIDS
Dua per tiga (26 juta dari 40 juta) dari penduduk dunia dengan HIV/AIDS hidup di Sub-Sahara Afrika. Satu dari lima orang di Botswana dan Swaziland terinfeksi AIDS. Botswana adalah negara dengan tingkat rata-rata infeksi AIDS tertinggi di dunia yaitu 22%. Namibia, Zimbabwe, Afrika Selatan, Lesotho dan Swaziland memiliki tingkat infeksi rata-rata 10%. Persentase orang berusia 15-49 tahun positif HIV di seluruh dunia adalah 1.1%, di sub-Sahara Afrika 8%. Jumlah orang di sub-Sahara Afrika yang terinfeksi HIV tiap hari 8.500 jiwa sedangkan jumlah yang meninggal karena AIDS setiap hari 6.300 jiwa. Jumlah anak-anak di bawah 18 tahun yang menjadi yatim piatu karena AIDS di seluruh dunia (mulai 2003) 15 juta, di sub-Sahara Afrika 12,3 juta. Jumlah orang Afrika Selatan yang positif HIV 5,3 juta, lebih banyak daripada negara manapun di dunia. Persentase perempuan hamil di Afrika Selatan yang positif HIV pada 2004 27,9%.

Ekonomi
Afrika adalah benua termiskin yang didiami penduduk: Human Development Report 2003 dari PBB (dengan 75 negara) mendaftarkan posisi 151 (Gambia) sampai 175 (Sierra Leone) dengan negara-negara Afrika.

Agama
Orang Afrika memeluk agama yang berbeda-beda, dengan Kristen dan Islam dua yang paling tersebar. Sekitar 40% orang Afrika adalah Kristen dan 40% lainnya Muslim. Kurang lebih 20% orang Afrika memeluk agama asli Afrika. Sejumlah kecil juga memeluk Yudaisme, seperti suku Beta Israel dan Lemba.
Agama memiliki peranan besar dalam kehidupan di Mesir. Secara tak resmi, adzan yang dikumandangkan lima kali sehari menjadi penentu berbagai kegiatan. Kairo juga dikenal dengan berbagai menara masjid dan gereja. Menurut konstitusi Mesir, semua perundang-undangan harus sesuai dengan hukum Islam. Negara mengakui mazhab Hanafi lewat Kementerian Agama. Imam dilatih di sekolah keahlian untuk imam dan di Universitas Al-Azhar, yang memiliki komite untuk memberikan fatwa untuk masalah agama.
90% dari penduduk Mesir adalah penganut Islam, mayoritas Sunni dan sebagian juga menganut ajaran Sufi lokal. Sekitar 10% penduduk Mesir menganut agama Kristen; 95% dalam denominasi Koptik (Koptik Ortodoks, Katolik Koptik, dan Protestan Koptik.

Bahasa
Menurut sebagian besar perkiraan, Afrika mempunyai lebih dari ribuan bahasa. Ada empat kelompok bahasa besar yang berasal dari benua ini.
Kelompok Bahasa Afro-Asiatik adalah sebuah kelompok bahasa yang terdiri dari sekitar 240 bahasa dan 285 juta penutur yang tersebar luas di sepanjang Afrika Utara, Afrika Timur, Sahel, dan Asia Barat Daya.
Kelompok Bahasa Nil-Sahara terdiri dari lebih dari seratus bahasa yang dituturkan oleh 30 juta orang. Bahasa Nil-Sahara kebanyakan diucapkan di Chad, Sudan, Ethiopia, Uganda, Kenya, dan sebelah utara Tanzania.
Kelompok Bahasa Niger-Kongo mencakup kebanyakan dari Afrika bagian sub-Sahara dan kemungkinan adalah kelompok bahasa terbesar di dunia dari segi jumlah bahasa. Sejumlah besar di antaranta adalah bahasa-bahasa Bantu yang digunakan di sebagian besar Afrika bagian sub-Sahara.
Kelompok Bahasa Khoisan terdiri dari sekitar 50 bahasa dan dituturkan di sebelah selatan Afrika oleh sekitar 120.000 jiwa. Banyak dari bahasa-bahasa Khoisan adalah bahasa yang terancam punah. Suku Khoi dan San dianggap sebagai penduduk asli di wilayah ini.
Kecuali beberapa negara di Afrika Timur, hampir seluruh negara di Afrika telah mengadopsi bahasa resmi yang berasal dari luar benua tersebut dan menyebar melalui kolonialisme atau perpindahan manusia. Sebagai contoh, di beberapa negara, bahasa Inggris dan bahasa Perancis digunakan untuk komunikasi di lingkup publik seperti pemerintah, perniagaan, pendidikan dan media massa. Bahasa Arab, Portugis, Afrikaans, dan Malagasy adalah contoh-contoh lain bahasa-bahasa yang aslinya non-Afrika yang digunakan oleh jutaan warga Afrika saat ini, baik dalam lingkup publik maupun pribadi.

Politik
Afrika sebelum penjajahan
Sebelum penjajahan Afrika memang merupakan negara yang miskin karena kondisi iklimnya yang kering sehingga tidak mungkin untuk bercocok tanam di sana. Masih terdapat banyak suku-suku pedalaman yang terbelakangn di sana
Afrika pada masa penjajahan
Di negara-negara yang memiliki banyak penduduk Eropa, misalnya di Rhodesia dan Afrika Selatan, sebuah sistem warganegara kelas dua dibuat untuk memberikan orang Eropa lebih banyak kekuasaan politik

Demografi
Orang Afrika dapat dibagi-bagi menurut tempat tinggal mereka, sebelah utara atau selatan dari gurun Sahara; kelompok-kelompok ini disebut orang Afrika Utara dan orang Afrika Sub-Sahara.

Referensi

1.       a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay az ba bb bc bd USCensusBureau:Countries and Areas Ranked by Population: 2009 [pranala nonaktif]
2.       Egypt is generally considered a transcontinental country in Northern Africa (UN region) and Western Asia; population and area figures are for African portion only, west of the Suez Canal.
3.       The Sahrawi Arab Democratic Republic is recognized as a sovereign state by the African Union, however, Morocco claims the entirety of the country as Morocco's own Southern Provinces, and has occupied most of its territory since it declared its independence from Spain in 1976. Morocco's occupation and annexation of this territory has not been recognized internationally.
4.       The Spanish Canary Islands, of which Las Palmas de Gran Canaria are Santa Cruz de Tenerife are co-capitals, are often considered part of Northern Africa due to their relative proximity to Morocco and Western Sahara; population and area figures are for 2001.
5.       The Spanish exclave of Ceuta is surrounded on land by Morocco in Northern Africa; population and area figures are for 2001.
6.       The Portuguese Madeira Islands are often considered part of Northern Africa due to their relative proximity to Morocco; population and area figures are for 2001.
7.       The Spanish exclave of Melilla is surrounded on land by Morocco in Northern Africa; population and area figures are for 2001.
8.       Bloemfontein is the judicial capital of South Africa, while Cape Town is its legislative seat, and Pretoria is the country's administrative seat.
9.       Yamoussoukro is the official capital of Côte d'Ivoire, while Abidjan is the de facto seat.


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[ baca selengkapnya ....... ]

Afrika


Sejarah
Kata Afrika berasal dari bahasa Latin, Africa terra — "tanah Afri" (bentuk jamak dari "Afer") — untuk menunjukkan bagian utara benua tersebut, saat ini merupakan bagian dari Tunisia, tempat kedudukan provinsi Romawi untuk Afrika. Asal kata Afer mungkin dari bahasa Fenisia, 'afar berarti debu; atau dari suku Afridi, yang mendiami bagian utara benua dekat Kartago; atau dari bahasa Yunani aphrike berarti tanpa dingin; atau dari bahasa Latin aprica berarti cerah.
Afrika adalah tempat tinggal manusia yang paling awal, dari benua ini manusia kemudian menyebar ke benua-benua lain. Afrika adalah tempat di mana garis evolusi kera menjadi berbeda dari protohuman tujuh juta tahun yang lalu. Afrika merupakan satu-satunya benua yang ditinggali nenek moyang manusia hingga sekitar dua juta tahun lampau ketika Homo erectus berkembang ke luar Afrika menuju Eropa dan Asia. Lebih dari 1,5 juta tahun kemudian, populasi dari tiga benua itu mengikuti evolusi yang berlainan sehingga mereka menjadi spesis yang berbeda. Yang di Eropa menjadi Neanderthal, yang di Asia tetap Homo erectus, tetapi yang di Afrika berevolusi menjadi Homo sapies.

Geografi
Afrika adalah yang terbesar dari ketiga benua di belahan selatan Bumi dan yang terbesar kedua setelah Asia dari semua benua. Luasnya kurang lebih 30,244,050 km2 (11,677,240 mil2) termasuk kepulauan disekitarnya, meliputi 20.3% dari total daratan di bumi dan didiami lebih dari 800 juta manusia, atau sekitar sepertujuh populasi manusia di bumi.
Dipisahkan dari Eropa oleh Laut Tengah, Afrika menyatu dengan Asia di ujung timur lautnya melalui Terusan Suez yang memiliki lebar 130 km. Semenanjung Sinai yang dimiliki oleh Mesir sering dianggap secara geopolitis sebagai bagian dari Afrika. Dari ujung paling utara, Cape Spartel di Maroko, di 37°21 lintang Utara, ke ujung paling selatan, Cape Agulhas di Afrika Selatan, 34°5115 lintang Selatan, terbentang jarak sekitar 8000 km; dari ujung paling barat, Cape Verde, 17°3322 bujur Barat, sampai ujung paling timur, Ras Hafun di Somalia, 51°2752 bujur Timur, jaraknya sekitar 7.400 km. Panjang garis pantainya 26.000 km (sebagai perbandingan, Eropa, yang memiliki luas 9.700.000 km² memiliki garis pantai 32.000 km.

Negara-negara
Sebagian besar negara di Afrika adalah bekas negara jajahan, kecuali Afrika Selatan, Ethiopia dan Liberia. Republik Demokrasi Kongo merupakan bekas jajahan Belgia. Mesir, Sudan, Uganda, Kenya, Djibouti, Sierra Leone, Ghana, Nigeria, Zambia, Zimbabwe dan Botswana bekas jajahan Britania Raya. Maroko, Aljazair, Mauritania, Mali, Senegal, Guinea, Pantai Gading, Burkina Faso, Benin, Niger, Chad, Republik Afrika Tengah, Gabon, Kongo dan Madagaskar bekas jajahan Perancis. Togo, Kamerun, Burundi, Rwanda, Tanzania dan Namibia bekas jajahan Jerman. Libya, Eritrea, Somalia bekas jajahan Italia. Guinea Bissau, Angola, Malawi, dan Mozambik adalah bekas jajahan Portugal. Serta Sahara Barat yang merupakan bekas jajahan Spanyol. Sepertiganya yaitu 15 dari 47 negara terkurung oleh daratan.






AIDS
Dua per tiga (26 juta dari 40 juta) dari penduduk dunia dengan HIV/AIDS hidup di Sub-Sahara Afrika. Satu dari lima orang di Botswana dan Swaziland terinfeksi AIDS. Botswana adalah negara dengan tingkat rata-rata infeksi AIDS tertinggi di dunia yaitu 22%. Namibia, Zimbabwe, Afrika Selatan, Lesotho dan Swaziland memiliki tingkat infeksi rata-rata 10%. Persentase orang berusia 15-49 tahun positif HIV di seluruh dunia adalah 1.1%, di sub-Sahara Afrika 8%. Jumlah orang di sub-Sahara Afrika yang terinfeksi HIV tiap hari 8.500 jiwa sedangkan jumlah yang meninggal karena AIDS setiap hari 6.300 jiwa. Jumlah anak-anak di bawah 18 tahun yang menjadi yatim piatu karena AIDS di seluruh dunia (mulai 2003) 15 juta, di sub-Sahara Afrika 12,3 juta. Jumlah orang Afrika Selatan yang positif HIV 5,3 juta, lebih banyak daripada negara manapun di dunia. Persentase perempuan hamil di Afrika Selatan yang positif HIV pada 2004 27,9%.

Ekonomi
Afrika adalah benua termiskin yang didiami penduduk: Human Development Report 2003 dari PBB (dengan 75 negara) mendaftarkan posisi 151 (Gambia) sampai 175 (Sierra Leone) dengan negara-negara Afrika.

Agama
Orang Afrika memeluk agama yang berbeda-beda, dengan Kristen dan Islam dua yang paling tersebar. Sekitar 40% orang Afrika adalah Kristen dan 40% lainnya Muslim. Kurang lebih 20% orang Afrika memeluk agama asli Afrika. Sejumlah kecil juga memeluk Yudaisme, seperti suku Beta Israel dan Lemba.
Agama memiliki peranan besar dalam kehidupan di Mesir. Secara tak resmi, adzan yang dikumandangkan lima kali sehari menjadi penentu berbagai kegiatan. Kairo juga dikenal dengan berbagai menara masjid dan gereja. Menurut konstitusi Mesir, semua perundang-undangan harus sesuai dengan hukum Islam. Negara mengakui mazhab Hanafi lewat Kementerian Agama. Imam dilatih di sekolah keahlian untuk imam dan di Universitas Al-Azhar, yang memiliki komite untuk memberikan fatwa untuk masalah agama.
90% dari penduduk Mesir adalah penganut Islam, mayoritas Sunni dan sebagian juga menganut ajaran Sufi lokal. Sekitar 10% penduduk Mesir menganut agama Kristen; 95% dalam denominasi Koptik (Koptik Ortodoks, Katolik Koptik, dan Protestan Koptik.

Bahasa
Menurut sebagian besar perkiraan, Afrika mempunyai lebih dari ribuan bahasa. Ada empat kelompok bahasa besar yang berasal dari benua ini.
Kelompok Bahasa Afro-Asiatik adalah sebuah kelompok bahasa yang terdiri dari sekitar 240 bahasa dan 285 juta penutur yang tersebar luas di sepanjang Afrika Utara, Afrika Timur, Sahel, dan Asia Barat Daya.
Kelompok Bahasa Nil-Sahara terdiri dari lebih dari seratus bahasa yang dituturkan oleh 30 juta orang. Bahasa Nil-Sahara kebanyakan diucapkan di Chad, Sudan, Ethiopia, Uganda, Kenya, dan sebelah utara Tanzania.
Kelompok Bahasa Niger-Kongo mencakup kebanyakan dari Afrika bagian sub-Sahara dan kemungkinan adalah kelompok bahasa terbesar di dunia dari segi jumlah bahasa. Sejumlah besar di antaranta adalah bahasa-bahasa Bantu yang digunakan di sebagian besar Afrika bagian sub-Sahara.
Kelompok Bahasa Khoisan terdiri dari sekitar 50 bahasa dan dituturkan di sebelah selatan Afrika oleh sekitar 120.000 jiwa. Banyak dari bahasa-bahasa Khoisan adalah bahasa yang terancam punah. Suku Khoi dan San dianggap sebagai penduduk asli di wilayah ini.
Kecuali beberapa negara di Afrika Timur, hampir seluruh negara di Afrika telah mengadopsi bahasa resmi yang berasal dari luar benua tersebut dan menyebar melalui kolonialisme atau perpindahan manusia. Sebagai contoh, di beberapa negara, bahasa Inggris dan bahasa Perancis digunakan untuk komunikasi di lingkup publik seperti pemerintah, perniagaan, pendidikan dan media massa. Bahasa Arab, Portugis, Afrikaans, dan Malagasy adalah contoh-contoh lain bahasa-bahasa yang aslinya non-Afrika yang digunakan oleh jutaan warga Afrika saat ini, baik dalam lingkup publik maupun pribadi.

Politik
Afrika sebelum penjajahan
Sebelum penjajahan Afrika memang merupakan negara yang miskin karena kondisi iklimnya yang kering sehingga tidak mungkin untuk bercocok tanam di sana. Masih terdapat banyak suku-suku pedalaman yang terbelakangn di sana
Afrika pada masa penjajahan
Di negara-negara yang memiliki banyak penduduk Eropa, misalnya di Rhodesia dan Afrika Selatan, sebuah sistem warganegara kelas dua dibuat untuk memberikan orang Eropa lebih banyak kekuasaan politik

Demografi
Orang Afrika dapat dibagi-bagi menurut tempat tinggal mereka, sebelah utara atau selatan dari gurun Sahara; kelompok-kelompok ini disebut orang Afrika Utara dan orang Afrika Sub-Sahara.

Referensi

1.       a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay az ba bb bc bd USCensusBureau:Countries and Areas Ranked by Population: 2009 [pranala nonaktif]
2.       Egypt is generally considered a transcontinental country in Northern Africa (UN region) and Western Asia; population and area figures are for African portion only, west of the Suez Canal.
3.       The Sahrawi Arab Democratic Republic is recognized as a sovereign state by the African Union, however, Morocco claims the entirety of the country as Morocco's own Southern Provinces, and has occupied most of its territory since it declared its independence from Spain in 1976. Morocco's occupation and annexation of this territory has not been recognized internationally.
4.       The Spanish Canary Islands, of which Las Palmas de Gran Canaria are Santa Cruz de Tenerife are co-capitals, are often considered part of Northern Africa due to their relative proximity to Morocco and Western Sahara; population and area figures are for 2001.
5.       The Spanish exclave of Ceuta is surrounded on land by Morocco in Northern Africa; population and area figures are for 2001.
6.       The Portuguese Madeira Islands are often considered part of Northern Africa due to their relative proximity to Morocco; population and area figures are for 2001.
7.       The Spanish exclave of Melilla is surrounded on land by Morocco in Northern Africa; population and area figures are for 2001.
8.       Bloemfontein is the judicial capital of South Africa, while Cape Town is its legislative seat, and Pretoria is the country's administrative seat.
9.       Yamoussoukro is the official capital of Côte d'Ivoire, while Abidjan is the de facto seat.


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[ baca selengkapnya ....... ]

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal atau Padrão Sunda Kelapa adalah sebuah prasasti berbentuk tugu batu (padrão) yang ditemukan pada tahun 1918 di Batavia, Hindia-Belanda. Prasasti ini menandai perjanjian Kerajaan Sunda–Kerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk "Raja Samian" (maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa, pangeran yang menjadi pemimpin utusan raja Sunda). Padrão ini didirikan di atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan gudang bagi orang Portugis.
Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat (sekarang Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Kali Besar Timur I),[1] sekarang termasuk wilayah Jakarta Barat. Padrao tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia,[2] sementara sebuah replikanya dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta.[3]

Sejarah

Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di pantai utara Pulau Jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak dan Kesultanan Banten, termasuk Banten dan Cirebon. Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Sunda, Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugis, penguasa Malaka. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama lada, serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.[4]
Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellan.
Komandan benteng Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tandatangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh João de Barros dalam bukunya Da Asia, yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ci Liwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka beliau akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522.
Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar" Sunda Kelapa. Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, sementara satu salinan lagi disimpan di Arsip Nasional Torre do Tombo, Lisboa.[5]
Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut padrão, di daerah yang sekarang menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan padrao saat mereka menemukan tanah baru.
Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di Goa/India.
Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.

Deskripsi[6]

Padrao ini terbuat dari batu setinggi 165 cm. Di bagian atas prasasti ini terdapat gambar bola dunia (armillarium) dengan garis khatulistiwa dan lima garis lintang sejajar. Lambang ini sering digunakan pada masa pemerintahan Raja Manuel I dan João III dari Portugal. Di atas lambang tersebut terdapat gambar trefoil kecil, yaitu tumbuhan dengan tiga daun.
Pada baris pertama tulisan prasasti tersebut terdapat lambang salib, dan di bawahnya terdapat tulisan DSPOR yang merupakan singkatan dari Do Senhario de Portugal (penguasa Portugal). Pada kedua baris berikutnya terdapat tulisan ESFERЯa/Mo yang merupakan singkatan dari Esfera do Mundo (bola dunia) atau Espera do Mundo (harapan dunia).

Rujukan

1.       Heuken, A. (2002). The Earliest Portuguese Sources for the History of Jakarta - Including All Other Historical Documents from the 5th to the 16th Centuries. Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta. hlm. 84.
2.       Poesponegoro, M. D.; Notosusanto, N. (2008). Sejarah Nasional Indonesia IV. Kemunculan Penjajahan di Indonesia (edisi pemutakhiran). Balai Pustaka, Jakarta. hlm. 16. ISBN 9794074101. (lihat di Penelusuran Buku Google)
3.       Heuken, A. (1982). Historical Sites of Jakarta (edisi ke-6). Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta. hlm. 45.
4.       Zahorka, Herwig (2007). The Sunda Kingdoms of West Java, From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with Royal Center of Bogor, Over 1000 Years of Propsperity and Glory. Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta.
5.       Heuken, A. (2002). hlm. 80.
6.       Heuken, A. (2002). hlm. 81.


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

[ baca selengkapnya ....... ]

Selasa, 07 Februari 2012

Uni Eropa Gelontorkan Dana Integrasi Eks Pengunsi Timor Leste


TRIBUNJOGJA.COM, KUPANG  - Uni Eropa menggelontorkan 1.080.000 euro untuk peningkatan kapasitas dalam rangka mempertahankan perdamaian dan integrasi masyarakat eks-pengungsi Timor Leste di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Kegiatan tersebut dikerjakan oleh Care Deutchland," kata delegasi Uni Eropa, Muamar Vebry, di Desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang NTT, salah satu dari 15 desa sasaran penerima manfaat program itu, saat melakukan "monitoring", Selasa.
Dia mengatakan, proyek tersebut merupakan kelanjutan dari proyek-proyek sebelumnya yang didanai Uni Eropa, kepada masyarakat yang berpindah karena arus pengungsian akibat sejumlah kondisi.
Dia menjelaskan, proyek yang didanai oleh Uni Eropa tersebut, untuk mendukung reintegrasi pemukiman untuk pengungsi serta memperkuat peringatan dini konflik sebagaimana yang juga dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia, seperti di Maluku serta Sulawesi Tengah.
Selain alokasi dana tersebut, lanjut Vebry, Uni Eropa juga memberikan dana hibah kepada UN Habitat sebesar 945,000 euro untuk melaksanakan pelatihan sebagai dukungan kepada pemerintah daerah dan parlemen setempat.
Hal itu untuk membantu mengatasi kebutuhan orang-orang yang tertinggal dari segala aspeknya, termasuk ekonomi serta kehidupan sosialnya.
Dengan begitu diharapkan pemerintah daerah dan parlemen juga akan terlibat dalam memberikan advokasi terkait isu tentang tanah serta isu gender untuk memperkuat dan mempertahankan perdamaian di daerah tersebut.
Ditanya fakta hasil pelaksanaan proyek yang sudah dilakukan oleh Care serta UN Habitat, saat melakukan monitoring tersebut, Vebry mengaku puas karena sudah mengalami kemajuan, kendati masih membutuhkan berbagai dorongan, baik secara kualitas maupun dari aspek partisipasi masyarakat.
"Uni Eropa hanya memberikan dananya, keberhasilan program ada di tangan masyarakat dalam konteks keterlibatan aktif dalam pelaksanaan program yang ada," kata Vebry.
Manager Proyek Care Deutschland, Petrus Lambe, mengatakan, proyek yang didanai oleh Uni Eropa tersebut dilakukan di 15 desa di wilayah Kabupaten Kupang dengan melayani 4.663 warga yang baru menetap di masing-masing desa karena merupakan warga pengungsi.
Program tersebut, yang diberi nama proyek SESAMA dilaksanakan bermitra dengan Yayasan Alafa Omega, LSM lokal di NTT, untuk memperlancar pencapaian tujuan proyek dimaksud.
Dia mengatakan, sasarannya sudah dilakukan sejak Februari 2011 hingga 2013 dan akan fokus kepada pemberian akses lebih baik kepada warga eks pengungsi terhadap lahan garapan, tempat tinggal, fasilitas masyarakat, kesehatan, pelayanan kesehatan, pendidikan serta pekerjaan.
Untuk itu, lanjut dia, akan dilakukan melalui keterlibatan penduduk pengungsi dalam pembahasan rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDes), sehingga bisa menyerap aspirasi yang ada dari warga pengungsi.
Aksi nyata dari proyek tersebut, menurut dia, akan bermuara kepada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi RPJMDes yang sudah dibahas dan dilaksanakan di tingkat desa.
Dengan begitu, lanjut dia, masyarakat pengungsi di desa tersebut, merasa telah membaur dan terintegrasi sebagai warga desa setempat dan merasa diberikan peran sebagai warga negara.
"Inilah target yang akan kita kejar untuk mencapai sebuah hubungan harmonis antar sesama warga baik pengungsi maupun warga lokal di desa tersebut," kata Petrus. (*)

v  Sumber        : Tribun Jogja - Selasa, 6 Desember 2011 23:36 WIB
[ baca selengkapnya ....... ]

Senin, 06 Februari 2012

Profil Alfredo: Perlawanan Sang Mayor

Alfredo Pahlawan Bangsa, Bukan Pengkhianat". Grafiti di tembok depan rumah Victor Alves di Marconi, Dili, itu belum pudar meski Alfredo Reinado Alves sudah dimakamkan, Kamis pekan lalu. Rumah Victor Alves-ayah angkat Reinado, yang tewas dalam baku tembak di kediaman Presiden Ramos Horta, Senin pekan lalu-terus dibanjiri pelayat. Mereka datang dari beberapa distrik untuk berbelasungkawa. "Ia orang baik," ujar Novena Caminha. Perempuan 49 tahun itu datang bersama teman-temannya. 
Reinado, 42 tahun, adalah sosok yang dicintai kerabat, kawan, dan handai tolannya. Lebih dari seribu orang ikut mengantarkan jenazahnya ke pemakaman Marconi, Dili. Yel-yel "Viva Reinado" dipekikkan di mana-mana. "Ia pahlawan kebenaran dan keadilan," kata seorang warga Distrik Bobonaro, 60 kilometer dari Dili. 
Pahlawan? Bukankah pemerintah menjuluki dia pemberontak? Betul. Tapi coba sebut nama Mayor Reinado di wilayah barat Timor Leste. Orang-orang di sana, terutama anak-anak muda di sembilan distrik-Timor Leste punya 13 distrik-dengan penuh semangat akan menuturkan keberaniannya. Ia telah menjadi ikon perlawanan. 
Saat Perdana Menteri Xanana Gusmao mengumumkan kematiannya, para pengagumnya tak percaya. Teori konspirasi segera berkembang: para pemujanya menyebut Reinado dibunuh di suatu tempat oleh pasukan pemerintah, kemudian dibuang di halaman rumah Horta. "Ini taktik elite politik untuk menutupi kegagalan mereka berdialog," kata Mario da Costa, mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Dili. 
Reinado lahir di Aileu, Timor bagian barat, pada 1966. Ketika militer Indonesia masuk ke negerinya pada 1976, ia ikut keluarganya yang menyingkir ke Turiscai. Setahun kemudian, Reinado kecil dipekerjakan sebagai tukang angkat barang oleh tentara Indonesia. 
Ia dibawa tentara ke Sulawesi, Kalimantan, juga Jawa. Namun, pada 1995, ia lari ke Timor Timur dan menjadi kapten kapal kecil, membawa 18 orang ke Australia, meninggalkan istri dan anaknya. Ia sempat bekerja di galangan kapal dan pulang ke Timor Leste setelah jajak pendapat 1999 membuahkan kemerdekaan. 
Reinado diserahi tanggung jawab dua kapal patroli Angkatan Laut Timor Leste. Belakangan, dia menjadi komandan peleton polisi militer berkekuatan 33 orang. 
Kemarahannya mencuat ketika pasukan pemerintah menggunakan kekerasan terhadap 600 tentara, dari sekitar 1.500 tentara, yang melakukan desersi pada April 2006. Pasukan desersi di bawah Salsinha Gastao menuntut para komandan militer yang lahir di kawasan timur berlaku adil kepada tentara dari wilayah barat. 
Pada Mei tahun itu juga dia bergabung dengan pemberontak, membawa serta 24 polisi serta dua truk penuh senjata dan amunisi. Ia bermarkas di bukit di Same. "Para pemimpin berbicara A di depan rakyat, dan kemudian berbeda lagi di belakang mereka," ucapnya. 
Sejak itu, Reinado diburu dan namanya berkibar. Pria bertato XXX-tato yang dimiliki tokoh Xander Cage dalam film XXX-ini bisa menggerakkan aksi massa di Dili hanya dengan mengangkat telepon seluler. 
Reinado sebenarnya kerap berhubungan dengan Horta. Selama di Australia, misalnya, seperti dituturkan Ade Fraga, anggota kelompok kemerdekaan di Perth, Reinado beberapa kali makan malam bersama Horta. Bahkan Reinado berjanji membantu mencari dana untuk pasukan pemberontak yang saat itu dipimpin Taur Matan Ruak, yang sekarang menjadi orang nomor satu militer Timor Leste. "Reinado memiliki nomor ponsel Horta, dan kami bisa menelepon dia kapan pun kami perlu berdiskusi," ujar Fraga. 
Kepada majalah Time ia berujar, kendati diburu, ia bisa menyusup ke kamar Horta kapan pun. "Jika saya mau, saya bisa menyentuhnya ketika ia tidur," ujarnya. 
Namun ia tak menemukan Horta di kamarnya ketika datang Senin pagi itu. Tembakan pengawal Horta justru menamatkan hidupnya. "Alfredo telah mati. Apa pun dia lakukan... biarlah hanya Tuhan yang tahu mana yang benar dan mana yang salah," ucap Victor Alves. 
Purwani D. Prabandari (Time, SM Herald, Reuters), J.A. Sarito, A.Assis (Dili) 

Majalah Tempo, 18 Februari 2008 
Sumber Utama: http://majalah.tempointeraktif.com/
[ baca selengkapnya ....... ]

Gatot Purwanto: Kami Saat Itu Serba Salah

TIMOR Leste dan Kolonel (Purnawirawan) Gatot Purwanto, 62 tahun, adalah dua cerita yang berkelindan. Mantan perwira Komando Pasukan Khusus ini bisa dikatakan selalu ada dalam rangkaian peristiwa berdarah di bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. Sejak awal karier kemiliterannya, Gatot sudah bersentuhan dengan Bumi Loro Sae. Tragisnya, pengabdiannya pun berakhir di sana. 
Pada awal invasi Indonesia ke Timor Timur pada 1974-1975, Gatot bolak-balik masuk Timor Portugis, menyamar sebagai penjual bahan makanan. Wajahnya yang mirip peranakan Tionghoa, perawakannya yang ramping, dan pembawaannya yang menyenangkan, membuatnya mudah menyelinap ke mana saja. "Saya dipanggil Aseng di sana," katanya tertawa. 
Di dalam wilayah Timor, dia wira-wiri menjalin kontak dengan kekuatan politik lokal dan mengumpulkan informasi intelijen. Dia satu-satunya perwira Indonesia yang bisa masuk ke sarang Fretilin di dalam hutan, dan berbicara langsung dengan pemimpin gerilyawan Xanana Gusmao. 
Peristiwa Santa Cruz, 12 November 1991, mengakhiri kariernya yang cemerlang. Sebagai Asisten Intelijen Komando Pelaksana Operasi (Kolakops) Timor Timur, dia dinilai turut bertanggung jawab atas kegagalan militer mengantisipasi demonstrasi yang berubah rusuh kala itu. Tentara Indonesia dituduh menembak massa dengan membabi buta, menewaskan lebih dari seratus orang. Gara-gara insiden itu, Gatot diberhentikan dari dinas militer. 
Salah satu peristiwa berdarah yang membekas di ingatannya adalah penyerbuan Balibo. Gatot, yang berpangkat letnan satu ketika itu, menyaksikan bagaimana lima jurnalis dari Channel 7 dan Channel 9: Greg Shackleton, Tony Stewart, Gary Cunningham, Brian Peters, dan Malcolm Rennie, ditangkap dan ditembak. 
Kelima wartawan itu tengah meliput penyerbuan pasukan gabungan UDT dan Apodeti-dua partai rival Fretilin saat itu-yang dibantu tentara Indonesia, ke Balibo, pada Oktober 1975. "Nasib saya kok selalu terlibat dalam peristiwa berdarah di Timor Timur," kata Gatot, setengah menyesal. 
Akhir pekan lalu, setelah menonton film Balibo karya sutradara Robert Connoly, di Teater Utan Kayu, Jakarta Timur, Gatot memberikan kesaksiannya tentang peristiwa itu kepada Arif Zulkifli, Wahyu Dyatmika, Sunudyantoro, Yophiandi, dan Agus Supriyanto dari Tempo. 
Anda ada di Balibo tatkala kelima wartawan Australia tewas tertembak. Apa yang terjadi? 
Pertempuran saat itu belum selesai. Memang sudah agak mereda, tapi masih ada tembakan sesekali. Di pinggiran Kota Balibo, dekat gereja, sedikit di atas bukit, ada rumah-rumah gubuk. Kami menembak ke arah itu, karena memang ada tembakan dari sana. Saat makin mendekat ke arah rumah, kami temukan kelima orang ini di salah satu rumah. Jadi, ketika tertangkap, mereka belum mati.
Lalu apa yang dilakukan pasukan? 
Saya masih agak di bawah (bukit), dekat dengan Pak Yunus (Mayjen Purn. Yunus Yosfiah, saat itu kapten, komandan tim). Kami dilapori ada orang asing tertangkap. Pak Yunus memerintahkan saya untuk melapor ke Pak Dading (Letjen Purn. Dading Kalbuadi, saat itu komandan), yang ada di perbatasan. Kalau tak salah, Pak Dading lalu mengontak Jakarta, menanyakan orang-orang ini mau diapakan.
Jadi, tidak benar kelima wartawan itu terbunuh dalam kontak senjata antara pasukan TNI dan Fretilin? 
Waktu pertama kali tertangkap, mereka masih hidup. Kami kepung, lalu kami todongkan senjata. Saya melihat itu dari jarak sekitar 30 meter di bawah bukit. Mereka memang ada di (rumah) persembunyian, dan membuat film dari ketinggian situ. Sesekali ada tembakan dari arah situ juga. Sehingga kami mengarah ke sana dan mengepung rumah itu.
Apa yang kemudian terjadi? 
Situasi serba salah. Kalau ditangkap, nanti ketahuan yang menangkap tentara Indonesia. Kalau mau dieksekusi, juga bagaimana. Pada saat itulah, ketika tentara kita sudah santai, sudah duduk-duduk, mendadak ada tembakan lagi dari arah dekat situ. Mungkin ada yang mau menyelamatkan mereka (lima wartawan itu). Anggota kita langsung memberondong ke sana... pada mati semua itu wartawan.
Kapan tepatnya penembakan terjadi? 
Kami masuk Balibo ketika sudah mau fajar, subuh. Tapi, saat kejadian, sudah agak siang, mungkin pukul 10-11 pagi.
Ketika penembakan terjadi, apa ada perintah dari Yunus Yosfiah atau Dading Kalbuadi? 
Belum. Dari komandan tim, Pak Yunus, belum ada perintah untuk membunuh atau diapakan mereka. Pak Dading masih menunggu petunjuk dari Jakarta. Komunikasi saat itu kan butuh waktu cukup lama. Jadi penembakan terjadi setelah kami terpancing, akibat ada provokasi tembakan dari arah rumah tempat mereka bersembunyi.
Apakah ada proses identifikasi terhadap kelima wartawan? Ditanya namanya siapa, dan seterusnya.... 
Tidak. Karena mereka tak ada yang bisa berbahasa Indonesia, sementara pasukan di lapangan juga tak bisa berbahasa Inggris.
Tapi tentara tahu atau tidak bahwa mereka wartawan? 
Sepatutnya tahu. Karena mereka membawa kamera dan peralatan lain. Dari jarak dekat, seharusnya semua itu terlihat. Penembakan terjadi dari jarak kira-kira 15 meter.
Sebelum masuk Balibo, apakah pasukan tahu di kota itu ada lima wartawan asing? 
Tidak tahu. Makanya kami jadi bingung saat mereka tertangkap. Mereka ini mau diapain.
Lalu apa yang terjadi setelah penembakan? 
Pak Dading datang ke lokasi. Lalu ada wartawan TVRI, Hendro Subroto. Pak Dading bicara dengan komandan saya, Pak Yunus.
Bagaimana suasana pasukan saat itu? Apakah pelaku penembakan ini dipersalahkan karena bertindak tanpa perintah atau bagaimana? 
Mungkin suasananya serba salah bagi kami. Kalau mereka tetap kami tahan, tidak dieksekusi, begitu keluar, mereka bisa berteriak, "Betul itu, yang menangkap saya orang Indonesia." Itu bisa jadi bukti. Maka mungkin sulit membuat keputusan saat itu. Mungkin, saat itu, dari atas dinilai itu (penembakan) jalan terbaik. Saya tidak tahu persis. Kalau tak dieksekusi, mereka bisa memberikan kesaksian bahwa betul ada invasi tentara Indonesia.
Jadi penembakan itu sebuah keputusan rasional? 
Iya.... Tapi juga ada provokasi berupa tembakan-tembakan. 
Tembakan-tembakan itu menambah tekanan pada pasukan di lapangan untuk mengambil keputusan dengan cepat? 
Iya. Apalagi belakangan ada sepucuk senjata Thompson yang ditemukan di rumah itu. Tergeletak di antara mereka (kelima wartawan). 
Lalu apa yang dilakukan selanjutnya? 
Jenazah kelima wartawan ini dibawa ke rumah Cina di dalam Kota Balibo, sekitar 300 meter dari lokasi penembakan. Lokasinya agak masuk ke kota. Rumahnya terbuka begitu. Kemudian di sana, jenazah dibakar dengan sekam, bekas gabah.
Kenapa harus pakai sekam? 
Iya, karena baranya lama. Jadi dibakar sampai hancur dan betul-betul habis (jenazahnya). Itu perlu dua hari. Ada pakai kayu bakar juga.
Mengapa jenazah harus dibakar? Bukannya itu malah menambah kesan pasukan berusaha menutupi jejak penembakan? 
Karena memang serba salah saat itu. Kami menjaga agar keterlibatan tentara Indonesia ketika itu jangan sampai terbuka. Karena itu, kami masuk tak berpakaian seragam, secara tertutup, preman. Makanya mungkin pernah dengar, ada yang namanya pasukan blue jeans. Rambut kami gondrong, panjang-panjang.
Siapa yang memerintahkan dibakar? 
Yah, memang ada keputusan dari ini... (bergumam tidak jelas). Saya tak tahu persis, saya cuma perwira muda waktu itu. Tapi posisi kami serba salah. Kalau dibiarkan hidup, mereka akan bilang ini invasi Indonesia. Kalau mati dan dibiarkan, akan ada bukti kalau mereka tertembak di wilayah yang dikuasai gerilyawan Indonesia. Untuk gampangnya, kita hilangkan saja. Kita bilang kita tak tahu apa-apa. Itu reaksi spontan saat itu.
Selain pasukan TNI, siapa lagi yang ada di Balibo saat itu? 
Yang masuk saat itu bukan cuma Tim Susi (tim perintis), tapi sudah gabungan dengan partisan Apodeti dan UDT yang pro-Indonesia. Ada tokoh Apodeti, Thomas Gonzalves; dan tokoh dari UDT, Joan Tabarez. Perbandingan jumlah kami dengan Apodeti dan UDT waktu itu sekitar satu banding dua. Kami berlima puluh, mereka seratusan.
Pada saat penyerbuan, ada bantuan dari kapal perang Indonesia? 
Saya kira ada, memang saat kita masuk Balibo, kami dibantu tembakan dari kapal kita di laut.
Mengapa Balibo yang diserbu pertama kali? 
Balibo bukan yang pertama. Kami sudah masuk cukup jauh ketika itu, tapi kami sesekali terdesak mundur lagi, lari ke Haikesak (desa kecil di dekat perbatasan dengan Indonesia), mundur ke Atambua. Setelah mendapat perkuatan dari UDT dan Apodeti, kami masuk lagi. Pasukan sudah dipersiapkan pada akhir 1974. Seharusnya saat itu kami sudah masuk sampai Dili, menyiapkan dropping zone dan penunjang lain untuk penyerbuan pasukan besar. Misalnya menanam amunisi di daerah tertentu.
Bagaimana situasi Kota Balibo ketika Anda masuk? 
Balibo itu kota kecil, dengan beberapa bangunan sederhana. Ada empat-lima rumah batu, tapi yang besar cuma satu itu saja: tokonya orang Cina. Ada juga rumah untuk pusat layanan kesehatan. Di banyak daerah perbatasan dengan Indonesia, di Timor bagian barat, seperti Balibo dan desa-desa di dekatnya, sebetulnya ada lebih banyak simpatisan Apodeti. Orang-orangnya lebih pro-Indonesia. Lain dengan ujung timur sana, yang memang tak terjamah pasukan kita dan dikuasai Fretilin.
Ketika bertugas di Timor Timur, kabarnya Anda menjalin hubungan dekat dengan Xanana Gusmao? 
Saya mulai mendekati Xanana setelah operasi pagar betis yang dilakukan pada zaman Pak Sahala (Letjen Purnawirawan Adolf Sahala Rajagukguk, terakhir Wakil Kepala Staf TNI AD) pada 1981. Setelah operasi itu, TNI yakin Fretilin sudah porak-poranda dan dilaporkan sudah hancur. Akhirnya semua anggota pasukan Kopassus TNI ditarik dari Timor, disisakan hanya dua kompi, hanya Nanggala 51 dan 52.
Setelah pasukan Indonesia ditarik, mereka melakukan konsolidasi dan menyerang lagi. Saya nungging terus setiap malam. Saya lalu berpikir, kalau tiarap terus begini bagaimana. Akhirnya saya membuka kontak komunikasi dengan Xanana. Dia menyambut. Buat Xanana juga, mungkin ada baiknya, karena saat itu dia sudah mulai memikirkan jika penyelesaian perang ini bisa dengan jalan politik, kenapa tidak. Itu pada 1982-1983. 
Apa yang dikatakan Xanana? 
Awalnya dia formal sekali. Kami berbicara dalam bahasa Tetum. Dia selalu menekankan kepada saya: Indonesia tak akan kuat mendanai perang di Timor terus-menerus.
Hubungan itu berlanjut? 
Ya, kami cukup dekat sampai sekarang. Kami sering kontak-kontakan. Sejak di hutan, saya satu-satunya perwira Kopassus yang bisa bertemu dia. Jadi sekarang, kalau Timor membutuhkan alat intelijen, saya bantu. Pernah sekali, Xanana minta bantuan saya untuk mensterilkan ruang kerjanya.
Beralih ke film Balibo. Apa kesan Anda setelah menyaksikannya? 
Dari awal sampai tengah-tengah (alur film) sebenarnya cukup berimbang. Film itu juga menyalahkan pemerintah Australia, Amerika Serikat, dan Inggris, yang merestui perang di Timor itu. Tapi kejadian-kejadian intinya, seputar penembakan kelima wartawan ini, terlalu didramatisasi, dibumbui. Tak ada yang disiksa. Adegan penyerbuan TNI yang masuk ke Dili juga tak seheboh itu.
Bagaimana pendapat Anda tentang tuntutan mengungkap dan mengadili pelaku kasus Balibo? 
Apakah tidak sudah terlalu lama? Pelakunya pun sudah uzur semua. Apalagi sekarang persoalannya bukan dengan Timor Leste.
Anda termasuk yang menentang referendum di Timor Leste? 
Saya pikir itu keputusan yang tergesa-gesa.
Apakah Anda merasa proses integrasi Timor Timur 1975-1999 adalah ikhtiar yang sia-sia? 
Begini: pada saat itu, komunis sedang kuat-kuatnya di Portugal. Semua daerah jajahannya, yang mau dilepaskan, juga ada pengaruh komunis yang kuat. Maka tak terlalu salah kalau Australia, Amerika Serikat, pada saat itu ngojok-ngojokin (mendorong) Indonesia untuk mengambil alih. Saat itu juga ada konteks Perang Dingin.
Tapi Indonesia memang gagal memenangkan hati rakyat di sana? 
Ketika itu Timor Timur adalah tempat buangan orang-orang birokrat yang dianggap tak becus. Sampai di Timor, tanpa ada pengawasan, para kepala kantor wilayah ini malah menjadi raja-raja kecil. Soal rekrutmen, mereka nepotis: tak mau ambil penduduk setempat, dan memilih mempekerjakan sanak saudaranya dari Jawa. 

Majalah Tempo, 07 Desember 2009. 
Sourse: http://majalah.tempointeraktif.com/
[ baca selengkapnya ....... ]
 
Gudangrusak.com © 2010